Kamis, 24 Mei 2012

persepktif (teori) tentang kecemasan

Pada orang-orang yang mengalami kecemasan , dapat dilihat penyebab kecemasannya dalam beberapa pendekatan, yaitu :



Pada kategori diagnostic utama psikopatologi secara garis besar di bagi menjadi dua bagian yaitu neurosis dan psikosis. Neurosis merupakan penyakit mental yang belum begitu menghawatirkan karena baru masuk dalam kategori gangguan-gangguan, baik dalam susunan syaraf maupun kelainan prilaku, sikap dan aspek mental lainnya. Dan gangguan kecemasan merupakan psikopatologi yang neurosis.
Kecemasan memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan (Davison & Neale,2001, Kaplan, Sadock, & Grebb 1994) mengemukakan takut dan cemas merupakan dua emosi yang berfungsi sebagai tanda akan adanya suatu bahaya. Rasa takut muncul jika terdapat ancaman yang jelas, berasal dari lingkungan dan tidak menimbulkan konflik bagi individu sedangkan kecemasan muncul jika bahaya berasal dari dalam diri, tidak jelas, atau menyebabkan konflik bagi individu. Menurut Davison & Neale,2001 gangguan cemas berbeda dengan kecemasan normal dalam hal intensitas durasi serta dampaknya bagi individu.
A.    Perspektif Psikodinamika
Berdasarkan sumbernya, Freud membedakan kecemasan menjadi dua yaitu kecemasan realitas dan kecemasan neurotic. Kecemasan realitas adalah yang berasal dari kecemasan yang nyata, sedangkan kecemasan neurotic yang berasal dari motif dan konflik yang tidak disadari. Freud berpendapat kecemasan neurotic muncul dari konflik intrapsikis, misalnya yang dijelaskan pada fobia ketika dorongan id (seks & agresi) bertentangan dengan tuntutan super ego atau dapat dikatakan dorongan id berlawanan dengan tuntutan lingkungan eksternal, sehingga untuk menghindari sumber kecemasan internal tersebut ego mengalihkannya ( melakukan displacement) kepada ancaman yang obyeknya bisa diperoleh dari lingkungan.
Dalam pandangan Psikodinamika modern sepakat pada pandangan Freud tentang gejala kecemasan merupakan pertahanan terhadap konflik, tapi sumber kecemasan tidak terbatas pada dorongan biologis saja melainkan mencakup tuntutan dan frustasi yang berasal dari lingkungan social dan hubungan interpersonal. Misalnya seseorang yang tak berani berbicara didepan umum, sumber masalahnya menurut teori ini adalah berasal dari perasaan rendah dirinya. Orang dengan kepercayaan diri yang rendah akan merasa cemas pada situasi dimana dia bisa dilihat, dinilai atau dikritik orang lain, dan dia akan cenderung menghindari situasi tersebut. Psikodinamika berasumsi bahwa bahwa gejala kecemasan hanyalah indikator adanya masalah yang lebih mendalam dan tidak disadari.

B.     Perspektif Behaviorisme 
pada pendekatan behaviorisme lebih menekankan pada perilaku maladaptive tersebut,
perilaku maladaptive seperti gangguan fobia dapat dijelaskan dengan prinsip belajar, antara
lain :
      1. UCS → CS → UCR
      2. Modelling --- Ketakutan yang dipelajari atau didapat dari instruksi verbal/deskripsi dari orang lain. 

C.     Perspektif Kognitif 
Pada sudut pandang kognitif, kecemasan berhubungan dengan kecenderungan untuk lebih
memperhatikan stimulus negatif, menginterpretasikan informasi yang ambigu sebagai
ancaman dan percaya bahwa peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan akan terjadi lagi
dimasa mendatang (matthew dan Mc Leod dalam Davison & Neale, 2001).

masalah-masalah yang dihadapi konselor


1.      Masalah-masalah yang dihadapi konselor
A.    Pendekatan Client-Centered Therapy (Carl Rogers) atau pendekatan psikoterapi non-direktif
1)      Konseli tidak mampu mengaktualisasikan dirinya walaupun sudah beberapa kali dilakukan proses terapi
2)      Konseli yang tidak aktif dalam menemukan jalan keluar dari permasalahannya
3)      Konseli yang tidak interaktif
4)      Konselor yang tidak mempunyai waktu lama, karena pendekatan ini dibutuhkan waktu yang lama
5)      Konselor yang terburu-buru dan tidak sabar
B.     Pendekatan Eklektik
1). Bagi konselor yang belum berpengalaman, akan kesulitan dalam memadukan jenis pendekatan yang sesuai dengan permasalahan klien
2). Konselor harus pandai menciptakan iklim konseling, mempunyai keterampilan dalam menciptakan hubungan yang baik antara konselor dengan klien, komunikasi verbal dan nonverbal, dan mempunyai kemampuan mendengarkan yang baik
3). Konselor harus mengerti pada semua pendekatan konseling yang ada
4). Konselor dan proses konseling dapat salah dan dapat tidak mampu untuk melihat secara jelas atau cepat berhasil dalam setiap konseling atau situasi klien
5). Pertimbangan profesional/pribadi konselor adalah faktor penting akan keberhasilan konseling pada berbagai tahap konseling.
2.      Peran dan fungsi konselor
A.    Pendekatan Client-Centered Therapy (Carl Rogers) atau pendekatan psikoterapi non-direktif
-    Peran : Konselor berperan hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri. Dalam proses konseling, peran konselor yaitu mempertahankan 3 kondisi inti yaitu menunjukkan sikap yang selaras dan keaslian, penerimaan tanpa syarat, dan pemahaman empati yang tepat menghadirkan. Ketiga kondisi inti tersebut menghadirkan iklim kondusif untuk mendorong terjadinya perubahan terapeutik dan perkembangan konseli. Jadi, konselor berperan membantu klien dalam merefleksikan perasaan-perasaannya.
- Fungsi : konselor berfungsi dalam membantu klien mengungkap dan menemukan pemecahan masalah oleh dirinya sendiri. Dalam konseling non-direktif ada beberapa fungsi yang perlu dipenuhi oleh seorang konselor. Fungsi yang dimaksud, sebagai berikut:
(a)      Menciptakan hubungan yang bersifat permisif.
Menciptakan hubungan yang bersifat permisif, penuh pengertian, penuh penerimaan, kehangatan, terhindar dari segala bentuk ketegangan, tanpa memberikan penilaian baik positif maupun negatif. Dengan terciptanya hubungan yang demikian itu, secara langsung dapat melupakan ketegangan-ketegangan, perasaan-perasaan, dan mempertahankan diri klien. Menciptakan hubungan permisif bukan saja secara verbal tetapi juga secara nonverbal.
(b)      Mendorong pertumbuhan pribadi
Dalam konseling non-direktif fungsi konselor bukan saja membantu klien untuk melepaskan diri dari masalah-masalah yang dihadapinya, tetapi lebih dari itu adalah berfungsi untuk menumbuhkan perubahan-perubahab yang fudamental (terutama perubahan sikap). Jadi, proses hubungan konseling di sini adalah proses untuk membantu pertumbuhan dan pengembangan pribadi klien.
(c)      Mendorong kemampuan memecahkan masalah.
Dalam konseling non-direktif, konselor berfungsi dalam membantu klien agar ia mengambangkan kemampuan untuk memecahkan masalah. Jadi, dengan demikian salah satu potensi yang perli dikembangkan atau diaktualisasikan diri klien adalah potensi untuk memecahkan masalahnya sendiri.
B.     Pendekatan Eklektik
-          Peran : Dalam konseling eklektik peran konselor sangat fleksibel. Ada kemungkinan pada satu masalah konselor berperan sebagai psikoanalis dan pada masalah lain berperan sebagai partner dari klien. Hal ini didasarkan pada teori mana yang digunakan dalam proses konseling.
-          Fungsi : Membantu klien mengembangkan integrasinya pada level tertinggi,yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan
3.      Langkah-langkah konseling dan Terapi
A.    Pendekatan Client-Centered Therapy (Carl Rogers) atau pendekatan psikoterapi non-direktif
Menurut Carl R. Rogers, ada beberapa langkah yang dapat digunakan sebagai  pedoman dalam melaksanakan konseling Non-Direktif. Namun kedua belas langkah yang dikemukan itu bukanlah langkah yang baku, dapat diubah-ubah. Langkah-langkah dimaksud adalah sebagai berikut:
1). Klien datang untuk meminta bantuan kepada konselor secara sukarela.
Bila klien datang atas petunjuk seseorang, maka konselor harus mampu menciptakan suasana permisif, santai, penuh keakraban dan kehangatan, serta terbuka, sehingga klien dapat menetukan sikap dalam pemecahan masalahnya.
2). Merumuskan situasi bantuan.
Dalam merumuskan konseling sebagai bantuan untuk klien , klien didorong untuk menerima tanggung jawab untuk melaksanakan pemecahan masalahnya sendiri. Dimana dorongan ini hanya bisa dilakukan apabila konselor yakin pada kemampuan klien untuk mampu membantu dirinya sendiri.
3). Konselor mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya secara bebas, berkaitan dengan masalahnya.
Dengan menunjukkan sikap permisif, santai, penuh keakraban, kehangatan, terbuka, serta terhindar dari ketegangan-ketegangan, memungkinkan klien untuk mengungkapkan perasaannya, sehingga dirasakan meredanya ketegangan atau tekanan batinnya.
4). Konselor secara tulus menerima dan menjernihkan perasaan klien yang sifatnya negative dengan memberikan respons yang tulus dan menjernihkan kembali perasaan negative dari klien.
5). Setelah perasaan negative dari klien terungkapkan,maka secara psikologis bebannya mulai berkurang. Sehingga ekspresi-ekspresi positif akan muncul, dan memungkinkan klien untuk bertumbuh dan berkembang.
6). Konselor menerima perasaan positif yang diungkapkan klien.
7). Saat klien mencurahkan perasaannya secara berangsur muncul perkembangan  terhadap wawasan (insight) klien mengenal dirinya, dan pemahaman (understanding)serta penerimaan diri tersebut.
8). Apabila klien telah memiliki pemahaman terhadap masalahnya dan menerimanya, maka klien mulai membuat keputusan untuk melangkah memikirkan tindakan selanjutnya. Artinya bersamaan dengan timbulnya pemahaman, muncul proses verfikasi untuk mengambil keputusan dan tindakan memungkinkan yang akan diambil.
           
B.  Pendekatan Eklektik
Pada pendekatan eklektik, langkah-langkah yang diambil untuk melakukan terapi berdasarkan 2 pola, yaitu :
-                      Pola 1 : Dalam pola ini, langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk membantu konseli adalah peninjauan pro dan kontra dari alternatif oleh konseli, kemudian dinilai dari sudut pandang “Bisa dipilih?; mungkin untuk dipilih?” (Possible?), selanjutnya “Ingin dipilih?” (Desirable?), dan yang terakhir adalah “Kalau dipilih, akan membawa hasil yang diharapkan?” (Feasible)
-                       Pola yang kedua adalah pola yang memungkinkan konselor melayani suatu kasus yang penyelesaiannya terutama menuntut perubahan sikap serta tindakan penyesuaian diri terhadap situasi kehidupan yang tidak dapat diubah dan harus diterima seadanya(a change case). Dalam pola ini, konselor melaksanakan wawancara konseling untuk penyesuaian diri (Interview for Adjustment). Untuk kasus ini, konselor membantu konseli untuk meninjau kembali sikap dan pandangannya sampai sekarang serta memikirkan sikap dan tindakan yang lebih baik.
Dalam pelaksanaan konseling eklektik tidak ada suatu tahapan yang spesifik. Untuk tahapan-tahapan konseling Carkhuff mengemukakan adan enam tahapan konseling eklektik. Enam tahapan tersebut adalah:
1)   . Tahapan eksplorasi
Ini adalah tahap awal dari proses konseling. Pada tahap ini konselor di harapkan untuk membangun suatu hubungan yang baik dengan konselor. Hal ini diperlukan karena dengan hubungan yang baik konselor dapat mencari informasi tetnang permasalahan yang dihadapi klien sebanyak-banyaknya.
2). Tahapan perumusan masalah
Bersama klien, konselor membuat rumusan dan membuat kesepakatan bersama tentang masalah apa yang dihadapi oleh klien. Jika rumusan tidak disepakati maka kembali ke tahap pertama.
3). Tahap identifikasi masalah
Pada tahap ini konselor dan klien bersama mengidentifikasi masalah dan alternatif masalah dari hasil perumusan masalah. Aternatif yang yang diidentifikasi adalah alternatif yang tepat dan realistik. Konselor tidak boleh menentukan alternatif mana yang akan digunakan, akan tetapi semua keputusan tetang penggunaan alternatif pemecahan masalah berada di tangan klien. Konselor hanya membantu dalam menyusun daftar alternatif.
4. Tahap perencanaan
Jika klien telah menentukan alternatif pemecahan masalah. Kemudian klien bersama konselor membuat rencana tindakan. Rencana tersebut antara lain tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana caranya, kapan waktunya, dsb. Syarat rencana yang baik antara lain:
· Realistik
· Bertahap
· Mempunyai tujuan yang jelas
· Dapat dipahami klien
5). Tahap tindakan atau komitmen
Pada tahap selanjutnya hasil petencanaan kemudian dilaksanakan. Disini klien harus melakukan rencana yang telah disusun. Pelaksanaan ini harus dilakukan karena proses konseling akan sia-sia jika perencananan yang telah disusun sedemikian rupa tidak dilaksanakan.
6. Tahap penilaian dan umpan balik
Konselor dan klien perlu mendapatkan umpan balik dan penilaian tentang keberhasilanya. Jika dirasa gagal maka perlu adannya tinjauan atau perencanaan ulang dalam memberi tindakan terhadap masalah yang dihadapi klien. Sehingga dapat dicari siatu tindakan yang paling tepat untuk menghadapi masalah yanmg dihadapi oleh klien.

Masalah-Masalah yang dihadapi konselor yaitu :

Menurut 

CAVANAGH (1982)
1. KEBOSANAN
2. HOSTILITAS
3. BERBAGAI KESALAHAN KONSELOR
4. MANIPULASI
5. PENDERITAAN
6. HUB YG MEMBANTU VS HUB YG TIDAK MEMBANTU
7. MENGHAKHIRI KONSELING
8. BURNOUT (GLADDING, 1992)

Daftar Pustaka :
diunduh    tanggal : 24 Maret 2012, 19:15:00
oleh Widia Boru Rangkuti. tanggal : 24 Maret 2012, 19:15:00